Sejak kecil Angelene McLaren sudah membangun hubungan yang mendalam dengan "tuhan". Tentu saja "tuhan" yang diyakini dalam agama McLaren yang lahir dan dibesarkan di tengah keluarga penganut Katolik. Ia tidak pernah berpikir untuk pindah agama meski ajaran Katolik diakuinya membingungkan, kontradiktif dan ambigu. Bahkan ketika duduk di sekolah menengah atas. McLaren memutuskan untuk mengabdikan dirinya pada Katolik. Ia menghadiri misa dua kali sehari, melakukan pengakuan dosa sedikitnya seminggu sekali dan melaksanakan semua ritual yang diajarkan para pendeta, dengan satu keinginan agar ia lebih dekat pada "tuhan"nya.
Tapi semakin ia mengenal lebih dalam ajaran Katolik yang dianutnya, McLaren menemukan makin banyak pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan ini yang tidak bisa dijawab oleh ajaran agamanya. Pertanyaan-pertanyaan yang makin hari menekan jiwanya seperti "Siapa dirinya", "Siapa dan apakah tuhan itu sebenarnya?", "Siapa yang menjadi sosok teladan baginya?", "Mengapa tuhan memiliki anak?" dan pertanyaan lain yang tidak mampu dijawab bahkan oleh pendetanya sendiri.
"Pendeta saya hanya mengatakan bahwa saya harus memiliki agama, dan agama itu tidak harus masuk akal, yang penting keyakinan saya terhadap agama itu cukup kuat," kata McLaren menirukan ucapan pendetanya.
"Pernyataan itu tidak memuaskan saya, dan ketika lulus sekolah menengah atas, gereja saya tinggalkan dan mulai menjacari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu," sambungnya.
Sejak meninggalkan gereja, McLaren merasakan kekosongan dalam jiwanya. Untuk melepaskan diri dari kekosongan itu, ia mulai mempelajari aneka agama mulai dari Hindu, Budha, Taoisme dan mempratekannya. Ia bahkan mempelajari ilmu yang berbau sihir meski bukan untuk digunakan untuk tujuan jahat.
"Banyak orang yang menyebut saya gila. Mereka tidak memahami bahwa saya sedang melakukan pencarian, pencarian yang sejati. Tapi itu semua mengecewakan saya karena saya merasa tidak ada yang cocok dengan apa yang saya cari," tutur McLaren.
Hingga suatu hari, adik perempuannya berkunjung dan McLaren terkejut melihat penampilan sang adik yang mengenakan busana longgar dan panjang lengkap dengan jilbab panjang yang menutup bagian dada dan menjulur hingga pergelangan tangannya. McLaren heran melihat pakaian yang dikenakan adik perempuannya itu, apalagi saat itu musim panas dan udara siang itu sangat panas. Setelah mendapat penjelasan, McLaren baru tahu bahwa adiknya sudah menjadi seorang muslimah.
Ia seperti tersentak mendengar kata Islam. Selama ini ia mempelajari banyak agama tapi tidak pernah terlintas dalam pikirannya soal agama Islam. Pengetahuannya tentang Islam sangat minim, begitupula informasi tentang Islam yang ia peroleh penuh dengan stigma negatif tentang Islam.
McLaren lalu memutuskan pindah ke California, masih tanpa agama atau keinginan untuk mempelajari Islam, karena stigma negatif tentang Islam masih begitu melekat di kepalanya. Ia terus melakukan pencarian dan sampailah ia pada titik kulminasi dimana ia merasa putus asa dan menyerah. McLaren pun mencoba untuk tidak memusingkan soal agama dan ia memutuskan untuk menjalani hidup ini apa adanya.
Dua tahun berlalu. Ia bertunangan dengan salah seorang reman kuliahnya. Hidup McLaren belum berubah. Tanpa agama, tanpa keyakinan akan Tuhan. Jauh di dasar hatinya mengatakan bahwa hidupnya berantakan, tapi McLaren berusaha menepisnya hingga ia mengalami malam yang aneh.
Ketika itu, menjelang kepulangannya ke rumah orang tuanya di Michigan untuk mengurus pernikahannya. McLaren bermimpi buruk, mimpi terburuk yang pernah dialaminya selama hidup. "Dalam mimpi itu saya melihat dua laki-laki, ukuran tubuhnya sangat tinggi dan berpakaian serba putih berdri di ujung tempat tidur. Saya pikir mereka alien atau malaikat, saya tidak tahu pasti. Tapi saya sangat ketakutan dan mencoba menghindar dari kedua lelaki itu. Tapi makin saya menghindar, saya merasa semakin dekat dengan mereka," ungkap McLaren.
Ia melanjutkan, "Akhirnya, dalam mimpi itu, kami sampai di sebuah puncak gunung yang sangat tinggi, dibawahnya terbentang samudera luas, berwarna merah seperti darah dan panas seperti lava. Kedua lelaki itu menyuruh saya melihat ke arah samudera itu dan apa yang saya lihat masih jelas saya ingat sampai saya mati. Samudera itu penuh dengan orang yang telanjang dan dibolak-balik berkali-kali, seperti daging yang dipanggang di atas api."
"Orang-orang itu berteriak 'tolong kami, tolong kami!'. Saya merasa bahwa apa yang saya lihat ada neraka. Saya sangat ketakutan. Tapi ketika saya menceritakan mimpi itu pada tunangan saya, ia hanya tertawa dan mengatakan bahwa imajinasi saya terlalu berlebihan. Tapi saya sulit melupakan mimpi itu," papar McLaren.
Ketika pulang kampung ke Michigan itulah, ia bertemu dengan saudara perempuannya yang lain dan seorang sepupunya yang ternyata juga sudah memeluk agama Islam. Rasa ingin tahunya tentang Islam pun mulai muncul, lalu ia meminta pada saudara perempuannya itu untuk memberikan buku-buku tentang Islam yang bisa dibacanya. Dan buku pertama yang dibaca McLaren berjudul "Description of the Hell Fire".
"Apa yang saya lihat dalam mimpi saya ada di buku itu. Rasa ingin tahu saya makin besar dan saya mulai banyak membaca dan membaca, datang ke ceramah-ceramah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Semakin saya belajar tentang Islam, otak dan hati saya makin kuat mengatakan bahwa inilah yang selama ini saya cari," ujar McLaren.
Ia akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam. Persoalan pun menghadangnya, karena tunangannya tidak mau ikut masuk Islam. McLaren harus memilih antara tunangannya atau Islam dan ia tahu keputusan yang paling tepat adalah bersyahadat dan menjadi seorang muslimah.
"Allah Swt mengatakan jika Anda benar-benar beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, maka Ia akan mengujimu. Itulah ujian buat saya. Meski merasakan kepedihan yang sangat karena kehilangan seorang tunangan, saya tetap memilih masuk Islam," tandas McLaren.
Sekarang, sudah enam tahun McLaren memeluk Islam. Ia memilih nama Sumayyah sebagai nama Islamnya. Sumayyah bekerja sebagai wartawan dan humas. Ia hidup bahagia dengan seorang suami yang baik dan dikaruniai seorang putra.
"Buat mereka yang benar-benar menginginkan petunjuk, Allah Swt berfirman bahwa Dia akan memberikan petunjuk bagi mereka dari kegelapan menuju cahaya dan itulah yang Allah berikan untuk saya," ujar Summayah menutup kisahnya menjadi seorang muslimah.
'My Dream Came True'
Detroit-based African American journalist and PR woman, Angelene McLaren, has been a Muslim for six years. Upon conversion she took the new name Sumayyah bint Joan. Here she records her encounter with Islam.
Ever since I was a little girl, I’ve always had a profound relationship with God. Even though I was raised a Catholic, with all its ambiguities, contradictions and confusion, I did my best to stay God-focused and not to give in to the teachings of the Church, because even to me as a child, they seemed to go against the grain somehow. During my high school days, I made a conscious decision to apply myself more thoroughly to my faith. I attended mass twice a day, every day, went to the confessional at least once a week, and did all the ritual practices my priest insisted upon; all in an effort to draw closer to a God. The church failed to me to answer all of life’s most pressing questions; who am I, who and what is God, why am I here, and what should be my relationship with this superior being who created the universe? How am I supposed to live my life? Who is my role model, and how should I follow him or her? Why does God need to have a son now, when He was alone in the creation of all that is, and need no partner or intercessor before? My priest was unable to answer my questions, beyond stating that I should have faith, and that it did not all have to make sense as long as my faith was strong enough. This did not satisfy me, and on finishing high school, I left the church and set out on a quest to find the correct way, belief and religion.
I investigated a number of religions in an effort to get rid of this internal emptiness. I practiced Hinduism, Taoism, Zen Buddhism, and in later years even dabbled in White Witchcraft. Now, most people may find this crazy, but you have to understand that I was searching, truly searching, but all these left a void, and just never seemed to fit. Then one day my sister came to see me and what I saw took me by surprise. She entered the house with a very long dress and was covered from head to toe. Her hair was covered by an opaque scarf and came over her breasts to right above her waist. After asking her why she was dressed like that in the middle of summer when it’s at least 85 degrees outside, she explained to me that she was a Muslim.
Now of all the religions I looked into, I never thought of investigating Islam, mainly because there didn’t seem to be a lot of information readily available, and because I carried a lot of the Islamic stereotypes in my head, that I now have to deal with in other people. So I left my family and moved to California, still without a religion, or a sound relationship with God.
In the beginning a lot of stereotypes about Islam kept me from studying about this religion
At that point I gave up, and just decided to go with flow, and not worry about it. I did this for two years, and although I found love and got engaged to marry to my college sweetheart; something was still missing. In the back of my mind, there was always that nagging voice that kept telling me that my life was out of order, but I would do my best to ignore it, until one fateful night. Right before I was due to leave California, and return to my home state to be with my fiancé and begin building our lives together, I had the scariest dream I’ve ever had in my life.
In this dream, two very tall men dressed in white were standing at the foot of my bed. As I looked at them, I thought they were either aliens or angels, I wasn’t sure which, but I was very afraid and was trying my utmost to get away from them, but the harder I tried to get away, the closer to them I got. Eventually, we ended up on top of a very high mountain, with a sea beneath us as red as blood and as hot as lava. The two men pointed and instructed me to look into the sea. What I saw will stay with me until the day I die. The sea was full of naked people, being turned over and over, like meat being roasted over a fire, and they were screaming, “Help us, help us!” Needless to say, I felt I was getting a fist-hand glimpse of Hell, and I was terrified. I told my fiancé about the dream, and he just laughed and said that I had an overactive imagination, but I couldn’t dismiss it so easily.
When I returned to Michigan, I found out that my other sister, and my cousin had also embraced Islam during my absence. This made me curious, so I asked my sister to give me some books to read, and one of the first was, Descriptions of the Hell Fire. Everything that was in my dream was in this book. I was floored. So I began reading and reading, and going to lectures and asking questions, and the more I learned about Islam, the more my head and heart told me that this was what I was looking or all along. I had made up my mind to embrace Islam, but I had one small problem, my fiancé. He was adamant that he was not going to be a Muslim, so I had to choose between the man I loved, and doing what I knew in my heart was right.
Allah, SWT, says that if you say you truly believe in Him and His Messenger, (peace be upon him), He will test you, and this was my test. Despite the great amount of pain it caused me at the time, I did choose Islam over my fiancé. That was almost six years ago, and Allah has since blessed me with a wonderful husband who loves Him and Messenger, and a beautiful son. Allah says for all who truly want guidance, He will lead them from darkness into light; and I know that is what He did for me.
-Sumayyah Binti Joan-.
source :-
islamfortoday
eramuslim
Tuesday, October 5, 2010
"Mimpi Buruk" Mengeluarkannya Dari Kegelapan Menuju Cahaya Islam
Posted by nir akhbar abdul aziz
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment